Benah diri di sini dalam artian pariwisatanya.
Pertama, kenapa aku bahas nya pariwisata Medan, bukannya kota-kota lain?
Well, gampang, karena aku baru aja balik dari Medan. Idul Adha tahun ini jadi ajang pulang kampung bagiku, setelah lebih dari sepuluh tahun ga pernah mudik ke Medan.
(Mudik = Pulang Kampung + Ketemu Saudara-saudara)
Soalnya dua tahun lalu aku ke Medan sih, tapi ga ktemu saudara-saudara sama sekali, cuma maen sama temen2 doank gitu. Kakakka,,
*durhaka*
Lanjut.
Jadi aku yang setengah Batak-setengah Malaikat ini merasa agak-agak jengah dengan kota Bika Ambon ini.
Gimana yah, emang sih Medan itu kota terbesar ke-3 di Indonesia (setelah Jakarta & Surabaya), mal-mal nya byk (teteupp cinta mal), objek pariwisatanya jg lumayan.
Fokus ke objek wisata, Medan punya Istana Maimun (hey, Sultannya msh anak2 loh, umur 8 tahun !), belum lagi ada Danau Toba nan tersohor. Juga Pulau Samosir, yang disitu kita bisa lihat kuburan kuno + sisa-sisa warisan raja-raja Batak. Ada Berastagi, yg mirip Kaliurang-nya Jogja, dengan fasilitas dan insfrastruktur yang jauh lebih memadai.
Wisata kuliner, masakan Batak banyak yang patut dicoba. Arsik (kepala ikan mas, yg kata bokap : nikmat dunia), Peleng (nasi-hampir-selembut-bubur yang disajikan dengan kari ayam. Bokap juga penggemar beratnya), Durian Medan yg nikmat + murah (cuma 10rb ! Itu dah dapat yang enak + kenyang !), dan masih banyak lagi.
Tapi sayangnya semua itu belom bisa membuat -bahkan aku yang punya darah Batak- merasa betah di Medan. Walaupun cuma untuk beberapa hari liburan aja.
Kenapa? Read the rest of this entry ?